Akhir - akhir ini di media cetak, elektronik lagi gencar - gencarnya memberitakan tentang eksekusi terpidana mati kasus bom bali (imam samudera, amrozi, mukhlas), ada satu yang menarik dari kasus ini ialah masalah eksekusi yang tertunda beberapa kali karena hal - hal yang tidak terduga, yang terakhir eksekusi tertunda karena pulau nusakambangan diguyur hujan seharian.
kemarin pas saya lagi browsing saya membaca artikel menarik di http://www.bantenlink.com tentang wasiat dari salah satu tersangka bom bali Abu Zaid Ali Gufron atau Mukhlas. wasiat ini ada 2, satu ditujukan untuk kaum muslimin di dunia dan satunya untuk keluarganya.
yang menarik perhatian saya adalah wasiat yang ditujukan untuk kaum muslimin, disitu Mukhlas mengutarakan perasaan yang beliau alami saat ini, perasaan yang beliau rasakan saat para eksekutor bersiap untuk mengeksekusinya. Beliau menggambarkan perasaan beliau sekarang seperti kisah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sewaktu dipenjara benteng Damaskus.
tapi ada satu pertanyaan yang belum terjawab, Mukhlas disini menulis sebuah wasiat atau ajakan bagi umat muslim ?
yang saya takutkan adalah jika masyarakat atau muslimin khususnya, membaca wasiat ini dan salah mengartikannya, akibatnya adalah sangat fatal.
maksudnya fatal disini adalah kita ambil contoh begini, ada seorang pemuda atau artikanlah seorang santri muda yang membaca artikel ini, dan santri muda ini salah mengartikan bahwa dia akan mati sahid atau bisa merasakan apa yang dirasakan sama Mukhlas jika dia meniru mereka (trio bom bali), anda akan tahu sendiri kan akibatnya? itu jika hanya ada satu jika ada lebih dari satu?? bukannya saya ilfill tapi masalahnya disini adalah iman para muslimin di negara kita masih sangat mudah menerima ajaran2 dari suatu aliran tertentu atau ajakan tertentu dengan embel2 dapat Ridho dari Allah SWT, sudah bisa kita lihat kan kelabilan sifat para muslimin kita itu ?
di bawah isi wasiat Mukhlas (salah satu terpidana mati bom bali):
Wasiat Abu Zaid Ali Ghufron bin Nurhasyim @ Mukhlas
Dari : Abu Zaid Ali Ghufron bin Nurhasyim @ Mukhlas.
Kepada : Saudaraku Seiman yang dikasihi lagi dicintai.
“Semoga Allah menjagamu dan memeliharamu serta menjadikanmu termasuk dari hamba lelaki dan hamba perempuan-Nya yang terpilih”.
Assalamu' alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh
Alhamdulillah, bagaimana keadaan antum? Mudah-mudahan antum senantiasa baik dan sehat walafiat. Adapun ana alhamdulillah senantiasa sehat walafiat, semakin hari semakin bertambah baik, kebaikan yang ana rasakan dapatkan dan rasakan tidak terhitung dan tidak terkira banyaknya dan jumlahnya, bermacam-macam rahmat dan nikmat yang batin maupun yang lahir dicurahkan Allah Azza Wa Jalla dan dilimpahkan-Nya kepada diri ana. Demi Allah! Kenikmatan dan kebahagiaan yang sedang ana rasakan dan nikmati ini tidak boleh ditukar dengan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Ana katakan: seandainya perasaan raja dam penguasa dunia mengerti dan mengetahui kebahagiaan hati ana, niscaya mereka kerahkan segala kekuatan yang mereka miliki untuk merebutnya.
Saudaraku seiman yang ana kasihi.
Sebenarnya ana ingin sekali menceritakan segala kenikmatan dan kebahagiaan yang bertahta didalam dada ini, dan perasaan izzah (mulia & gagah) yang terpatri dalam lubuk sanubari ini, agar antum bisa ikut berkongsi merasakan lezatnya dan nikmatnya, tapi sayang ana tidak mampu mengibaratkan dengan lisan maupun tulisan, ana tidak menemukan kalimat dan kata-kata yang dapat mengungkapkan dan melahirkan perasaan izzah dan indah-indah yang bersemayam didalam hati sanubari ini.
Tapi dengan izin Allah Jalla Sya’nuhu dan semata-mata karena karunia-Nya alhamdulillah ana mendapatkan kata-kata yang indah lagi izzah dari seorang al-aimul allamah dan mujahid agung Islam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (w.728H) yang beliau lantunkan dan senandungkan sewaktu beliau berada didalam penjara –Insya Allah- ucapan-ucapan beliau ini dapat mewakili sebagian daripada perasaan ini.
Berkata Ibnu Taimiyah ra: Apa yang diperbuat musuh-musuhku terhadapku? Aku, Surga didalam hatiku, dan tamanku didalam dadaku, kemana saja aku pergi, ia bersamaku, tidak pernah berpisah denganku, aku penjaraku adalah tempat ibadahku, dan dibunuhku adalah mati syahid, dan diusirku dari negeriku adalah siyahah (melancong).
Beliau berkata lagi: ..Adapun aku apa yang harus aku takuti? Kalau aku di bunuh, aku akan menjadi seutama-utamanya orang yang mati syahid, dan aku akan senantiasa dicecari rahmat dan ridha Allah hingga hari kiamat. Adapun orang-orang yang membunuhku akan dilaknat (dikutuk) di dunia selama-lamanya dan disiksa di akherat. Agar setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya mengetahui bahwa sesungguhnya aku jika dibunuh adalah semata-mata karena agama Allah, dan jika aku dipenjara, maka bagiku penjara adalah merupakan sebesar-besarnya nikmat Allah terhadapku. Demi Allah! Aku tidak mampu mensyukuri nikmat Allah yang dicurahkan kepadaku didalam penjara ini. Dan aku tidak khawatir terhadap sesuatu seperti yang dikhawatirkan manusia, tidak khawatir terhadap sahamku, madrasahku, hartaku, dan tidak juga terhadap kedudukanku dan pangkatku. (Majmuatul fatawa Libri Taimiyah 3/138 atau 3/216).
Dan katanya lagi dalam suratnya yang dikirimkan kepada para sahabatnya dari dalam penjara Iskandar-Mesir. Yang maksudnya kurang lebih sebagai berikut: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah Engkau nyatakan (dengan bersyukur)” (Q.S. Ad-Duha:11). Dan yang perlu saya beritahukan kepada jama’ah –Semoga Allah berihsan kepada mereka di dunia dan di akherat, dan menyempurnakan nikmat-Nya yang lahir maupun yang batin. Maka sesungguhnya aku – dan Allah Yang Maha Agung Yang tiada tuhan selain Dia – didalam kenikmatan dari Allah yang belum pernah aku lihat seumur hidupku. Sungguh Allah Ta’ala telah membuka pintu-pintu karunia-Nya, nikmat-Nya, gudang-gudang perbendaharaan-Nya dan rahmat-Nya, yang tidak pernah terlintas dalam benak dan fikiran, dan tidak pula pernah terbayangkan sama sekali sebelumnya, khayalan tidak dapat menjangkaunya, akan tetapi ternyata –karena Allah Ta’ala memudahnkannya- kini menjadi pendamping setia setiap saat, hal ini sebagiannya dapat dicicipi dengan alat perasa bagi orang yang punya bagian dari marifat kepada Allah, mentauhidkan-Nya dan benar-benar beriman kepada-Nya, serta sesuatu yang direbut orang-orang yang terdahulu dan terkemudian dari Ilmu dan Iman. Dan seterusnya (Majmuatul fatawa libri Taimiyah 28/21 atau 28/31). Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan beliau dan tulisan-tulisannya yang mengkisahkan fadhilahnya sewaktu dipenjara, silahkan rujuk kepada kitab Majmu Fatawa beliau.
Dan Al-Iman Al-Hafidz Ibnu Katsir ra (w.774H) menceritakan panjang lebar kisah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sewaktu dipenjara didalam kitabnya “Al-Bidayah wan Nihayah” juz 2 ke 14, termasuk menceritakan isi surat beliau yang dikirimkan kepada wakil Sulthan, yang diantara isinya mengkisahkan keadaan diri beliau di dalam penjara, antara lain tentang tawajjuhnya dan taqarrubnya kepada Allah Azza wa Jalla, dan beliau enggan menerima sebarang pemberian dari Sulthan baik nafkah, pakaian maupun yang lain, karena tidak mau ternodai dengan semua itu. (Al-Bidayah wan Nihayah 14/47). Dan beliau ra juga mencaritakan bahwa selama Syaikhul Islam bnu Taimiyah berada dipenjara benteng Damaskus, beliau khatam Al-Qur’an sebanyak 80 kali, kemudian berjalan yang ke 81 kalinya sampai pada ayat terakhir dari surat Al-Qamar (54): 54,55 yang artinya : Sungguh orang yang bertaqwa berada di taman-taman dan sungai-sungai di tempat yang disenangi disisi Tuhan Yang Maha Kuasa. Beliau meninggal dunia. (Ibid hal.150-151).
Saudaraku Seiman yang ana cintai.
Itulah sebagian perasaan Izzah dan Indah dalam hal ini yang dapat ana lahirkan dengan ungkapan, yang tersimpan dalam lubuk hati masih banyak lagi, dan alhamdulillah apa yang dialami dan dirasai Syaikhul Islam yang sebagiannya telah ana sebutkan diatas, ana juga mengalami dan merasakan seperti itu meskipun kadarnya mungkin berbeda, misalnya nilai yang beliau alami dan rasakan 100, mungkin ana lebih kurang 10 –wallahu’alam- padahal ucapan-ucapan beliau itu- selain yang pertama- baru ana ketahui pada bulan Ramadhan 1428H yang lalu, sebab kitab “Majmu’atul Fatawa libri Taimiyah baru ana terima akhir bulan Sya’ban, dan alhamdulillah selama bulan Ramadhan & Syawal ana dapat membacanya 15 Juz (1-14 dan juz 28, ditambah Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatiwir Rasul). Sedangkan perasaan tersebut sudah ada dan ana alami sejak masih berada di sel Polda – Bali. Alhamdulillah dengan nikmat yang besar ini dan demikian juga yang dialami oleh adik kandung ana Akhi Amrozi, begitu juga akhi Imam Samudera.
Maka tidak mengherankan apabila antum sempat melihat gambar (foto) kami yang ditayangkan di tv, atau media massa yang lain khususnya gambar atau foto yang kahir-akhir, antum mendapati kami senantiasa dalam keadaan tegar dan senyum, seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi, padahal kami sedang dihadapkan kepada rencana eksekusi yang kalau dilihat dari gertakannya dan suasana yang direka oleh pihak-pihak tertentu termasuk wartawan, seolah-olah eksekusi itu tinggal menunggu seminggu lagi. Ini merupakan ujian yang maha dahsyat dan luar biasa beratnya bagi manusia biasa. Namun alhamdulillah dengan cucuran dan limpahan rahmat-Nya, ‘Inayah-Nya, belas kasih-Nya, ta’yidi-Nya dan pertolongan-nya, kami diringankan Allah Jalla Sya’nuhu dengan seringan-ringannya dalam memikul beban yang maha berat tersebut, sehingga terasa ringan sekali dalam menghadapinya seperti hendak pergi shalat berjama’ah di masjid saja. Padahal dulu sebelum ana mencicipi penjara, mendengar ada saudara kita yang di vonis dengan hukum penjara dua tahun saja rasanya sudah ngeri, tapi alhamdulillah kini diputus hukum mati tak ada perasaan ngeri sama sekali bahkan dengannya seribu satu hikmah yang didapatkan.
Semoga nikmat-nikmat yang besar-besar ini senantiasa berkekalan dan menyertai kami sampai akhir hayat, dan dapat kiranya dirasakan juga oleh seluruh saudara seiman kita dimanapun mereka berada, meskipun dalam suasana dan media yang berbeda. Amin.
Saudaraku Seiman yang dikasihi.
Semuanya itu menurut ana, dengan berbagai mubasysyirat yakni mimpi-mimpi kami yang Indah-Indah (baca tulisan ana yang bertajuk “Mimpi Yang Benar & Yang Baik” dan kedua saudara kita akhi Imam Samudera dan Akhi Amrozi juga membukukan mimpi-mimpinya tapi belum disebarkan), dan ditambah lagi dengan simpatinya hampir seluruh kaum muslimin di dunia kepada kami dan ditambah lagi dengan berbagai berkah yang dirasakan umat manusia dengan adanya kasus kami. Maka semua ini sebagai tanda bahwasanya kami dalam keadaan baik, dan dibawah ridha Allah Ta’ala, meskipun orang-orang zindik dan kaum munafiqin serta sebagian orang yang mengaku salafy yakni salafy Luqmany (salafy binaan ust. Luqman bin Muhammad Ba’abduh) dan sejenisnya. Tidak menyukainya dan menyetujuinya, bahkan mereka melabel kami sebagai ahlul bid’ah, ahludh dhalal dan khawarij.
Sekarang perlu pembuktian siapa sebenarnya yang akhlulhaq dan siapa pula yang ahlul bid’ah? Kami ataukah Ustd. Luqman Ba’abduh dan kelompoknya? Pembuktian sebenarnya bisa dilakukan dengan berdialog dan adu hujjah secara terbuka –Insya Allah- dengan cara ini akan terbongkar dan menjadi jelas siapa yang ahlul bid’ah, atau minimal diketahui amalan-amalan dan paham-paham bid’ah yang menyelisihi Sunnah yang terdapat dalam kedua kelompok ini- jika memang ada. Tapi pembuktian dengan cara ini tidak mungkin dapat diwujudkan, sebab Ustd. Luqman Ba’abduh dan sejenisnya punya prinsip bahwa berdialog dengan orang atau kelompok yang mereka vonis sebagai ahlul bid’ah dilarang dalam agama, karena mereka menggunakan qaidah umum (dilarang bergaul dengan ahlul bid’ah).
Ana tidak mengerti prinsip yang nyeleneh ini diwarisi dari mana asalnya, apalagi terhadap manusia yang baru dianggap sebagai ahlul bid’ah dengan cara yang sembrono dan serampangan, yang sudah jelas-jelas ahlul bid’ah saja hatta ahlul bid’ah yang bukan dari kalangan ahlus sunnah waljama’ah –apalagi ahlul bid’ah yang dari kalangan ahlus sunnah waljama’ah (contoh pertama Syi’ah dan contoh kedua ‘asyairah), ulama salaf kita senantiasa siap berhujjah dengan mereka bahkan mencabar dan menantang berhujjah dengan mereka untuk membatalkan prinsip dan paham mereka yang batil. Contoh-contohnya banyak sekali kalau mereka mau menyadari buka saja Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, akan mereka temukan disana berpuluh-puluh dari hasil dialog & berhujjah secara terbuka atau murasalah. Ini salah satu contoh akhlak terpuji Imam-Imam Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam memvonis apakah suatu kelompok termasuk ahlul bid’ah atau tidak? Imam-Imam Ahlus Sunnah tidak pengecut seperti kecutnya Ustd. Luqman Ba’abduh, dia melempar lalu sembunyi tangan, dengan mengeluarkan tulisan-tulisan seperti buku “Mereka adalah Teroris”, dan makalah-makalah dalam Majalah Syari’ah dan sejenisnya yang isinya diamini dan disetujui oleh penguasa bahkan membela mereka, kemudian sesudah tersebar luas apa yang dikehendakinya termasuk menyesat-nyesatkan kelompok tertentu dan memvonisnya sebagai ahlus bid’ah, tapi bila kelompok tersebut ingin membela diri dengan mengadakan dialog dan adu hujjah secara terbuka tidak bersedia datang dan sembunyi, beginilah perangai mereka.
Maka karena prinsip dan perangai Ust. Luqman Ba’abduh dan sejenisnya seperti itu, tidak mungkin cara ini bisa ditempuh, maknanya tidak mungkin Ustadz Luqman Ba’abduh atau Ust. Sewed atau Ust. Ja’far Thalib dan sebagainya bersedia berhujjah secara terbuka dengan kami kalaupun ada fasilitasnya.
Oleh karena itu menurut ana satu-satunya jalan bagi umat untuk mengetahui siapa yang ahlul bid’ah adalah dengan menunggu jenazah kedua belah pihak bilamana mati dan diusung. Al-Iman Ahmad bin Hambali ra berkata: Katakanlah kepada ahli bid’ah, “antara kami dan antara kalian adalah jenazah-jenazah sewaktu lewat” (Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dari Abu Sahe bin ziyad dari Abdullah bin Imam Ahmad). (lihat Al-Bidayah wan Nihayah 10/369).
Diantara maksud ucapan pemimpin Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Al Imam Ahmad bin Hambali tersebut, bahwasanya sedikit dan banyaknya penghantar jenazah dari kaum mukminin dan muslimin terhadap jenazah seseorang khususnya yang sedang berselisih atau diperselisihkan ummat apakah dia itu dari ahlus sunnah atau ahlul bid’ah adalah salah satu cara untuk menentukannya.
Dan ucapan Imam Ahmad tersebut sungguh telah dibenarkan Allah Ta’ala yang mana ketika beliau wafat jenazahnya dihadiri dan dishalati oleh jutaan manusia. Satu juta hingga dua juta lima ratus ribu. Sedangkan lawan Imam Ahmad yakni Qodhi Ibnu Abi Daud sebagai hakim agungnya pemerintah saat itu, yang mempunyai I’tiqad batil bahwa Al-Quran adalah mahluk, sedangkan menurut Imam Ahmad yang benar bahwa Al-Quran adalah kalamullah bukan mahluk dan pada saat itu pemerintah memihak dan mengikuti paham sesatnya Ibnu Abi Daud karena dianggapnya paham ini yang benar- maka gara-gara dia inilah Imam Ahmad ditangkap, dirantai dan diborgol serta dijebloskan ke dalam penjara dan dicambuk puluhan kali dan setiap kali cambukan disertai dengan maki-makian, Imam Ahmad dipanggil sebagai musuh Allah dan disuruh bertaubat. Ini juga termasuk hal yang meyakinkan khalifah Mu’tashim bahwa yang benar itu Ibnu Abi Daud bukan Imam Ahmad. Artinya I’tiqod bahwa Al-Quran adalah mahluk itu yang benar, sedang yang meyakini kalamullah adalah salah alias ahlul bid’ah atau aludh dhalal bahkan selalu disebutnya sebagai ahlusy syirk karena menganggap ada sesuatu yang bukan mahluk selam.
Keadaan khalifah Mu’tashim seperti ini disebut dalam syara’ sebagai orang yang salah takwil, maka meskipun khalifah telah melakukan kekufuran yang besar yaitu menganggap Al-Quran adalah mahluk, Imam Ahmad tidak mengkafirkannya dan tidak juga keluar dari taat kepadanya dan tidak memberontaknya atau berusaha menggulingkannya, sebab pada diri khlaifah ada penghalang jatuhnya pengkafiran terhadapnya karena salah takwil. Jadi khalifah tersebut keinginannya membela agama tapi salah dan kekeliruan ternyata yang dibelanya bukan dari agama Allah.
Inilah contoh penghalang takfir (pengkafiran) karena salah takwil, tapi sekarang banyak manusia khasnya yang mengaku salafy manipulasi dalam hal ini, katanya penguasa sekarang juga salah takwil meskipun melakukan berbagai kekufuran tidak kafir. Padahal kalau mau menggunakan sedikit saja akal sehatnya tidak mungkin berkesimpulan seperti itu, sebab yang khalifah tadi bermaksud membela Islam sedang ini enggan dan tidak mau Islam bahkan dengan terang-terangan menolak syareat Islam bahkan lebih dahsyat mencela sesuatu dari Islam yang berarti mencela Allah dan Rasul-Nya. Maka ambilah pelajaran!
Kembali cerita tentang Qodhi Ibnu Abi Daud, ketika dia mati ternyata yang mengiring jenazahnya hanya segelintir manusia, itupun kebanyakannya para pembantu Sulthan (lihat Al-Bidayah wan Nihayah 10/367-369 dan 14/150). Disini Alah Ta’ala tunjukkan kepada manusia bahwasanya yang ahlul haq adalah Imam Ahmad dengan dihadirinya dan dishalatinya jenazah beliau oleh jutaan kaum muslimin, sebaliknya Ibnu Abi Daud karena jenazahnya hanya dihadiri oleh segelintir manusia itupun pihak yang menyokong penguasa bahkan mayoritas dari segelintir itu para pembantu Sulthan maka berarti dia adalah ahlul bid’ah.
Dan ucapan Al-Imam Ahmad bin Hambali tersebut dibenarkan dan disetujui oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu fatawa beliau- afwan sewaktu ana menulis risalah ini, terlupa tempatnya, tapi ana telah membacanya, dan tidak sempat mencarinya- dan Allah Ta’ala juga membenarkan Ibnu Taimiyah dalam hal ini sebagaimana telah membenarkan pada diri Imam Ahmad. Dan kasus kedua Imam yang agung ini hampir sama, sedikit saja berbeda. Keduanya diuji dengan qodhi-qodhi penguasa yang mengikuti paham bid’ah dalam hal tertentu yang berhubungan dengan I’tiqod, kalau Imam Ahmad dalam masalah kholgil Qur’an sedang Syaikhul Islam dalam masalah Asma dan Sifat Allah Ta’ala termasuk masalah Istiwa’ (bersemayam) diatas Arsy’.
Maka beliaupun akhirnya masuk penjara gara-gara ulah para qadhi dan sebagainya, hingga beliau meninggal dipenjara sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya. Walaupun beliau mati didalam penjara penguasa, tapi jenazah beliau dihadiri dan dishalati hampir seluruh umat manusia, jutaan kaum mukminin dan mislimin yang hadir, kata Imam Ibnu Katsir ra yang tidak hadir hanya tiga orang saja, Ibnu jumlah, Ash-Shadr dan Al-Qafjari, mereka tidak datang karena takut keselamatan diri mereka, sebab mereka dikenal masyarakat umum orang yang paling memusuhi Syaikhul Islam, maka mereka bersembunyi karena khawatir diamuk masa (Ibid 14/152).
Nah sekarang kasus antara kami dan Ust. Luqman Ba’abduh, Ust. Ja’far Thalib dan sejenisnya hampir serupa dengan kasus kedua Imam yangung tersebut, bedanya pemerintah pada zaman kedua Iman itu adalah pemerintahan Islam yang berhukum dengan syare’at Allah, tapi mengikuti paham Ahlul Bid’ah dalam beberapa hal. Sedang yang sekarang ini berhukum dengan syare’at thogut, dan hampir dalam setiap masalah mengikuti orang-orang kafir barat.
Kami (Ali Ghufron @Mukhlas, Imam Samudera & Amrozi) dan mereka (Ust. Luqman Ba’abduh, Ust. Ja’far Thalib, dsb) sama-sama dikenali oleh kaum muslimin khususnya kaum mukminin dan yang terpelajar, mereka benar-benar mengetahui bahwa ustadz-ustadz tersebut senantiasa mengolok-olok kami dan menjuluki dengan julukan-julukan yang tidak sepatutnya, seperti ahlul jahl, ahludh dhalal, ahlul bid’ah, khowarij dan sebagainya., sebaliknya mereka memberikan gelar kepada penguasa yang tidak sepatutnya seperti amirul mukminin, shuthanullah fil ardhi, dan sebagainya.
Maka saksikanlah nanti bila kami dan mereka mati, jika ternyata jenazah kami lebih banyak dihadiri dan disholati kaum mukminin dan muslimin (menurut Al-Iman An-Nawawi pendapat yang rajih (paling kuat) bahwa tawanan muslim yang dibunuh masih tetap dishalati-kitabull majmu’ Syahrul Muhadzdzab lisy syiro’zi –oleh An-Nawawi 5/222). Sedang jenazah mereka hanya dihadiri oleh segelintir manusia itupun kebanyakannya pro dengan penguasa, maka berarti kami yang ahlul haq dan mereka yang ahlul bid’ah dan begitu juga sebaliknya.
Dengan cara ini –Insya Allah- masalah yang mereka perselisihkan dengan kami akan menjadi jelas mana yang pendapatnya benar mana pula yag batil. Masalah yang kami perselisihkan dengan kami akan menjadi jelas mana yang pendapatnya benar mana pula yang batil. Masalah yang kami perselisihkan sebenarnya tidak terlalu banyak, bisa disimpulkan dalam tiga hal saja yaitu: 1. Jihad, 2. Siyasah Syariyyah, 3. Sebagian dari masalah Iman.
Kemudian mereka dalam menyikapi perselisihan ini kami nilai seperti Ifrath (berlebih-lebihan), karena dengannya secara sembrono dan serampangan kami di vonis dan di label sebagai ahlul bid’ah dan khiwarij bahkan termasuk yang ditahyin (ditentukan) sebagai anjing-anjing neraka, dan yang lebih super lagi disenaraikan sebagai musuh utama mereka yang kapan saja boleh diserang dan diperangi yang penting ada perintah dari ulil amri. Tapi sebaliknya untuk perang melawan orang-orang kafir termasuk kafir harbi, sekarang ini belum sampai marhalahnya sebab kaum muslimin lemah katanya, namun nyelenehnya dalam masa yang sama pemerintahan-pemerintahan di negara-negara kaum muslimin yang memiliki beratus-ratus ribu pasukan dengan segala persenjataan yang canggih itu dianggapnya sebagai pemerintahan Islam dan daulah Islam, jadi sebenarnya yang lemah itu salafy Luqmany dan sejenisnya ataukah kaum muslimin keseluruhannya?
Walaupun mereka menganggap kami sebagai musuh utama mereka, tetapi alhamdulillah kami tetap menganggap mereka sebagai saudara seiman dan seislam, meskipun kami megetahui dengan yakin ada beberapa bid’ah pada mereka termasuk amalan yang kufur, misalnya berwala’ kepada thoghut, kami nilai mereka salah dan keliru dalam hal ini karena salah takwil, sebab dari segi lahirnya mereka betul-betul Salafy – nama ini juga yang memperdayakan mereka sehingga pendapat mereka sendiripun dirasakan sebagai pendapat salaf.
Kami tidak mengaggap mereka musuh bahkan kami doakan mereka sebagaimana Al-Imam Ahmad berdoa: “Ya Allah! Barangsiapa dari umat ini yang berdoa diatas selain kebenaran sedang dia menyangka bahwasanya dia diatas kebenaran, maka kembalikanlah dia kepada kebenaran agar dia menjadi Ahlul haq,” (Al Bidayah wan Nihayah 10/356).
Saudaraku Seiman yang Dikasihi.
Demikianlah yang perlu ana sampaikan sementara ini, ana sampaikan agar antum lebih mengetahui lagi tentang keadaan kami, dan dengannya dapat menambah kesyukuran dan kegembiraan antum –Insya Allah-. Dan doakan agar kami senantiasa sabar dan istiqomah diatas yang haq dan sampaikan salam kami kepada semua kaum muslimin yang mungkin.
Akhirnya ana ucapkan ...
“...Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup, Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakkal dan kepadaNya (pula) aku kembali.” (QS. Hud(11): 88).
“Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung” (QS. Ali Imran (3): 173). “Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS. Al-Anfal(8): 40).
Wassalamu ‘alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh
Saudaramu yang fakir kepada rahmat Allah dan Mengharap Maaf dan Ampunan-Nya)
Ali Ghufron bin Nurhasyim @Mukhlas)
Bumi Allah, Lapas Batu Nusa Kambangan 10/11/1428H/19/11/2007M.
Wasiat (AJAKAN) Abu Zaid Ali Ghufron bin Nurhasyim ( Mukhlas ) Kepada Kaum Muslimin ?
Posted by mujiholic Labels: News"Sebenarnya seorang manusia adalah apa yg ia pikirkan" -James Allen.
Nick Sitzman adalah seorang pekerja rel kereta api yg masih muda & ambisius. sehat & kuat. Ia bereputasi pekerja keras yang rajin & punya isteri yang menyayangi serta 2 orang anak & banyak teman.
Pada suatu hari musim panas, kru kereta api diberitahu bahwa mereka boleh pulang satu jam lebih awal untuk merayakan ulang tahun mandor mereka. Ketika sedang melakukan pemeriksaan terakhir pada gerbong kereta, Nick tak sengaja terkunci dalam sebuah gerbong pendingin. Ketika sadar para pekerja yang lain sudah meninggalkan lokasi, Nick mulai panik.
Ia gedor2 pintu & berteriak sampai kepalanya berdarah & suaranya serak, tapi tidak ada yg mendengarnya. Dengan pengetahuannya tentang "angka & kenyataan", ia perkirakan suhunya nol derajat. Pikiran Nick adalah 'jika tidak bisa keluar, aku akan mati beku di sini'. Karena ingin isteri & keluarganya tahu persis apa yg terjadi padanya, Nick cari sebuah pisau & mulai ukir kata2nya di atas lantai kayu,"Dingin sekali, badanku mulai mati rasa. Jika saja aku tidur. Ini mungkin pesan terakhirku."
Keesokan paginya, para kru buka pintu tebal gerbong pendingin itu & temukan Nick tewas. Autopsi memperlihatkan setiap tanda fisik tubuhnya menunjukkan ia mati kedinginan. Padahal unit pendingin gerbong itu tdk berfungsi & suhu di dalam adalah 12 derajat celcius. "Nick telah bunuh dirinya sendiri dengan kekuatan pikirannya sendiri".
Jika tdk hati2, Anda bisa bunuh diri sendiri- tidak langsung seperti Nick, tapi sedikit demi sedikit, hari demi hari, sampai Anda per-lahan2 matikan kemampuan alami untuk capai impian Anda.
===
"Tuhan mengikuti persangkaan hamba-Nya (Al-Hadits)" , yg sekarang banyak orang menyebutnya 'Believe System'.
Langganan:
Postingan (Atom)
Baca Juga Yang Ini
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani